Selasa, 05 Agustus 2008

Waktu-waktu yang Berlalu



''ANAKMU sudah berapa ?''
''Baru satu, perempuan. Kau ?'' Ben balik bertanya.
''Sama, satu juga.''
''Perempuan atau lelaki ?''
''Lelaki. Wah, nakalnya minta ampun.''
''Persis Bapaknya tentu.''
Wanita berambut sebahu itu tertawa. Suara tawanya yang renyah membuat Ben terjerembab pada suatu waktu, sekian tahun lalu.
''Kau telah menjadi orang sukses sekarang,'' kata si wanita menyadarkan Ben yang sempat tenggelam selama beberapa detik dalam lamunan menyenangkan.
''Sukses apanya. Ya, hanya begini-begini saja,'' jawabnya.
''Kau ingat Bu Tiwi ?''
''Guru Biologi waktu kita SMP ?''
Wanita itu tersenyum. Lagi-lagi senyumnya menyeret ke relung-relung waktu yang telah berada jauh di belakang. Ada perasaan aneh di dada Ben. Menyenangkan sekaligus memabukkan !
''Kau pasti tidak pernah bisa melupakan beliau,'' ujar si pemilik senyum memabukkan.
''Ya, ya. Aku masih ingat julukan kalian padaku. Anak emas Bu Tiwi,'' kata Ben sambil mengingat-ingat gurunya.
''Setiap ulangan nilaimu hampir bisa dipastikan sepuluh. Bu Tiwi beberapa kali pernah mengatakan, kau akan jadi orang sukses.''
''Jangan mengada-ada. Apalah aku ini ?! Hanya kuli yang mencari makan, seperti orang-orang lain.''
''Tak pernah berubah kau ini. Selalu merendah. Bahkan dulu kau terkenal diamnya minta ampun. Persis gamelan. Kalau tidak ditabuh, tidak bunyi.''
Ben hanya tertawa-tawa mendengar komentarnya. Meraih gelas es jeruk di atas meja, menyeruputnya. Wanita di depannya minum air mineralnya sampai hampir habis. Ben menawarkan menambah isi gelasnya, tapi ditolak secara halus.
''Berapa tahun ya kita tak ketemu ?'' tanya Ben kemudian.
''Kira-kira sebelas atau dua belas tahun,'' jawab si wanita.
''Ya, setelah kamu sekolah ke Jakarta.''
''Ah, anak bodoh macam aku ini memang susah cari sekolah. Dua tahun menganggur setelah lulus SMA, kebetulan paman menawariku bekerja di perusahaannya. Daripada lama-lama jadi linglung, aku ikut saja.''
''Kamu beruntung. Sekarang sudah menduduki posisi manajer. Meskipun kau tidak mau berterus terang, aku tahu pendidikanmu cukup tinggi.''
''Ah, apalah aku ini ?'' kata wanita itu sambil tersipu-sipu, kemudian tertawa. Dia menyadari telah menggunakan kalimat yang sama dengan yang diucapkan Ben tadi.
''Tidak ada apa-apanya dibanding kau. Orang kedua pada sebuah perusahaan periklanan terbesar di negeri ini,'' lanjutnya.
''Aku sebenarnya orang yang gagal total,'' kata Ben.

Tidak ada komentar: